Senin, 23 Februari 2015

Hukum Perkawinan di Indonesia



HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA
Makalah
Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah  Fiqh III
Dosen Pengampu : Mohammad Fateh, M.Ag



Disusun oleh:
1.      A. Bahrul Ulum         ( 2021213006 )





KELAS L (RE)
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM






SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
TAHUN AJARAN 2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar belakang
Sejak dilahirkan ke dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup.Di dalam bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga. Dimana dalam keluarga gejala kehidupan umat manusia akan terbentuk paling tidak oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan.
Hidup bersama antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah memenuhi persyaratan inilah yang disebutdengan perkawinan. Perkawinan merupakan suatu ikatan yang melahirkan keluarga sebagai salah satu unsur dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sedemikian luhurnya anggapan tentang suatu perkawinan menyebabkan terlibatnya seluruh kerabat dan bahkan seluruh anggota masyarakat itu yang memberi petuah dan nasehat serta pengharapan agar dapat dilihat dalam kenyataan bahwa dalam kehidupan masyarakat. Sikap saling percaya dan saling menghargai satu sama lain merupakan syarat mutlak untuk bertahannya sebuah perkawinan. Suami istri harus mau menjalankan hak dan kewajibannya secara seimbang agar tidak muncul masalah dalam perkawinan.

B.    Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam makalah ini bisa diperoleh hasil yang diinginkan maka kami mengemukakan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan hukum perkawinan?
2.      Bagaimana hukum perkawinan di Indonesia, antara lain; (a). Hukum perkawinan pra kemerdekaan (b). Hukum perkawinan pasca kolonial dan sebelum UU No. 1/1974 (c) Hukum perkawinan menurut perundang-undangan , hukum adat, dan hukum agama?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hukum Perkawinan
Perkawinan adalah suatu perbuatan hukum, sehingga konsekuensi bagi setiap perbuatan hukum yang sah adalah menimbulkan akibat hukum, berupa hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak suami istri atau juga pihak lain dengan siapa salah satu puhak atau kedua-duanya atau suami istri mengadakan hubungan.
Dengan demikian perkawinan itu merupakan salah satu perbuatan hukum dalam masyarakat, yaitu peristiwa kemasyarakatan yang oleh hukum diberikanakibat-akibat.  Adanya akibat hukum ini penting sekali hubungannya dengan sahnya perbuatan hukum itu, sehingga suatu perkawinan yang menurut hukum dianggap tidak sah umpamanya anak yang lahir di luar pernikahan, maka anak yang dilahirkan itu akan merupakan anak yang tidak sah.

B.     Hukum Perkawinan Pra Kemerdekaan
Pada masa penjajahan Belanda tidak ditemukan rujukan hukum yang khusus untuk menanggapi perkara perkawinan dalam Islam atau kodifikasi Hukum Islam dalam renah perkawinan untuk menyelesaikan kasus-kasus perkawianan ketika berperkara di pengadilan agama, namun yang digunakan adalah hanya kitab-kitab fikih klasik  atau ajaran-ajaran Islam yang ditulis oleh ulama tertentu pada masa lalu. Seperti yang telah dikatakan di atas bahwa hukum Islam berlaku bagi orang-orang yang beragama Islam dan diberi kewenangan khusus kepada para ulama untuk menyelesaikan perkara perkawinan sesusai ajaran Islam itu sendiri. Namun, bukan berarti pada masa ini tidak ada undang-undang perkawinan yang berlaku, pemerintahan hindia belanda menggunakan Compendium Freijer dalam aturan-aturan hukum perkawinan dan hukum waris menurut Islam. Kitab ini ditetapkan pada tanggal 25 Mei 1760 untuk dipakai oleh pengadilan Persatuan Kompeni Belanda di Hindia Timur (VOC), atas usul Residen Cirebon, Mr. P.C Hasselaar (1757-1765) kemudian dibuatlah kitab Tjicebonshe Rechtsboek. Sementara untuk Landraad (sekarang pengadilan umum) di Semarang tahun 1750 dibuat Compendium tersendiri, di Makassar juga oleh VOC diberlakukan Compendium sendiri. Perkara ini diperkuat dengan sepucuk surat VOC pada tahun 1808, yang isinya agar penghulu Islam harus dibiarkan sendiri mengurus perkara perkawinan dan warisan.
Dapatlah dikatakan pada saat VOC berkuasa di Indonesia (1602-1800) hukum Islam dapat berkembang dan dipraktikkan oleh umatnya tanpa ada hambatan apapun dari VOC. Bahkan bisa dikatakan VOC ikut membantu untuk menyusun suatu compendium yang memuat hukum perkawinan dan hukum kewarisan Islam dan berlaku di kalangan umat Islam.[1]
C.    Hukum Perkawinan Pasca Kolonial dan Sebelum  UU No. 1/1974
Hukum Perkawinan yang dipakai Umat Islam pada masa awal kemerdekaan adalah:
1.      Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 1946 Tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk.
Undang-undang Nomor. 22 tahun 1946 tentang pencatatan nikah,talaq dan rujuk ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Nopember 1946, yang terdiri dari 7 pasal, yang isi ringkasnya sebagai berikut:
Ø  Pasal 1 ayat 1 s/d ayat 6, yang isinya diantaranya; Nikah yang dilakukan umat Islam diawasi oleh Pegawai Pencatat Nikah yang diangkat oleh menteri agama, Talak dan Rujuk diberitahukan kepada Pegawai pencatat Nikah, yang berhak mengadakan pengawasan Nikah, Talak dan Rujuk Pegawai yang ditunjuk Menteri Agama, bila PPN berhalangan dilakukan petugas yang ditunjuk, biaya Nikah, Talak dan Rujuk ditetapkan Menteri Agama.
Ø  Pasal 2 terdiri dari ayat 1 s/d 3, yang isinya diantaranya, PPN membuat catatan Nikah, Talaq dan Rujuk dan memberikan petikan catatan kepada yang berkepentingan.
Ø  Pasal 3 terdiri dari5 ayat, isinya antaranya; sangsi orang yang melakukan nikah, talak dan rujuk yang tidak dibawah Pengawasan PPN, sangsi orang yang melakukan Nikah, Talak dan Rujuk padahal bukan petugas.
Ø  Pasal 4, isinya hal-hal yang boleh dihukum pada pasal 3 dipandang sebagai pelanggaran.
Ø  Pasal 5 isinya peraturan yang perlu untuk menjalankan undang-undang ditetapkan oleh Menteri agama.
Ø  Pasal 6 terdiri 2 ayat, isinya nama undang-undang, dan berlaku untuk daerah luar jawa dan madura.
Ø  Pasal 7, isinya undang yang berlaku untuk jawa dan madura.

2. Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 1954 Tentang Penetapan Berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Tanggal 21 Nopember 1946 Nomor 22 Tahun 1946 Tentang pencatatan Nikah, Talak dan Rujukan di Seluruh Daerah Jawa dan Madura.
Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 1954 disahkan pada tanggal 26 Oktober 1954 oleh Presiden Soekarno. Terdiri dari 3 pasal.
Ø  Pasal 1, Undang-Undang RI tanggal 21 Nopember 1946 No. 22 tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk berlaku untuk seluruh daerah luar jawa dan Madura.
Ø  Pasal 1 A, Perkataan Biskal- gripir hakim kepolisian yang tersebut dalam pasal 3 ayat 5 UU RI NO. 22 Tahun 1946 diubah menjadi Panitera Pengadilan Negeri.
Ø  Pasal 2, Peraturan-peraturan yang perlu untuk melaksanakan apa yang tersebut dalam pasal 1 undang-undang ini ditetapkan oleh Menteri Agama.
3.      Hukum perkawinan yang berlaku secara positif di RI sebelum keluarnya UU No. 1 Tahun 1974 yang dengan sendirinya menjadi sumber bagi UU Perkawinan adalah sebagaaimana dijelaskan dalam penjelasan UU tersebut, yaitu:
Ø  Hukum Agama;
Ø  Hukum Adat;
Ø  Kitab Undang-undang Hukum Perdata, berlaku untuk orang Timur Asing China, orang Eropa, dan warga negara Indonesia keturunan Eropa;
Ø  Huwelijksordonantie Christen Indonesia, yang berlaku bagi orang Indonesia asli yang beragama Kristen.

Adanya keinginan untuk menciptakan hukum yang bersifat unifikasi di satu sisi dan kenyataan kesadaran hukum masyarakat yang telah diwarnai oleh agama yang berbeda yang dituntut untuk diikuti dalam pembinaan hukum disisi lain, maka sifat dari UU Perkawinan itu tidak dapat dihindarkan harus unifikasi yang bervariasi.[2]
  
D.    Hukum Perkawinan Menurut Perundang-undangan, Hukum Adat, dan Hukum Agama
1.      Hukum Perkawinan Menurut Perundang-undangan
Di Indonesia ketentuan yang berkenaan dengan perkawinan telah diatur  dalam peraturan perundang-undangan negara yang khusus berlaku bagi warga negara Indonesia. Aturan perkawinan yang dimaksud adalah dalam bentuk undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan peraturan pelaksanaannya dalam bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Undang-undang ini merupakan hukum materiil  dari  perkawinan, sedangkan hukum formalnya ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, Undang-undang Nomor 3 Tahun2006. Sedangkan sebagai aturan pelengkap yang akan menjadi pedoman bagi hakim di lembaga Peradilan Agama adalah Kompilasi Hukum Islam di Indonesia yang telah ditetapkan dan disebarluaskan melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991tentang Kompilasi Hukum Islam. Yang dimaksud dengan Undang-Undang Perkawinan adalah segala sesuatu dalam bentuk aturan yang dapat dan dijadikan petunjuk dalam hal perkawinan dan dijadikan pedoman hakim di lembaga Peradilan Agama dalam memeriksa dan memutuskan perkara perkawinan, baik secara resmi dinyatakan sebagai peraturan perundang-undangan negara atau tidak.
Menarik untuk dicatat dengan disahkannya UU Perkawinan No. 1/1974, hukum Islam memasuki fase baru dengan apa yang disebut fase taqnin (fase pengundangan). Banyak sekali ketentuan-ketentuan fiqih Islam tentang perkawinan ditransformasikan ke dalam UU tersebut kendati dengan modifikasi di sana-sini.
2.      Hukum Perkawinan Menurut Hukum Adat
Menurut Hukum adat ini, yaitu yang berlaku bagi orang Indonesia asli yang tidak beragama Islam atau Kristen berlaku Hukum adat masing-masing lingkaran adat dan bagi orang timur asing lainnya berlaku Hukum Adatnya.

3.      Hukum Perkawinan Menurut Hukum Agama
Pada khususnya, Hukum Agama dalam hal ini, adalah hukum perkawinan Islam atau fiqih munakahat, yang berlaku bagi orang Indonesia asli yang beragama Islam dan warga timur asing yang beragama Islam.[3]
Menurut hukum agama perkawinan adalah perbuatan yang suci (sakramen, samskara), yaitu suatu perikatan dua pihak dalam memenuhi perintah dan anjuran Tuhan Yang Maha Esa, agar kehidupan berkeluarga dan berumah tangga serta berkerabat tetangga berjalan baik.








Daftar Pustaka

Nuruddin, Amiur. 2004. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada Media
Syarifuddin, Amir. 2006. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat dan Undang-undang Perkawinan. Jakarta: Prenada Media



[1] Amiur Nurudin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h.9.
[2] Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), h.23-24.
[3] Amir Syarifuddin, op.cit, h. 23.