MAKALAH
AMAR
MA’RUF NAHI MUNKAR
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah :
Tafsir
Tarbawi
Dosen Pengampu :
Muhammad Hasan
Bisyri, M.Ag.

Disusun oleh:
A. BAHRUL ULUM (2021213006)
Kelas L
JURUSAN TARBIYAH
PRODI PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
KATA
PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penyusun panjatkan kehadirat
ALLAH SWT. karena dengan rahmat dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR”. Salawat beserta salam
penyusun sampaikan kepada reformator dunia yaitu Baginda Rasulullah SAW yang
telah menghijrahkan umatnya minal kufri ilal iman, kecintaannya kepada umat
melebihi cintanya pada dirinya sendiri.
Ucapan terimakasih yang tidak terhingga
penyusun sampaikan kepada dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi untuk
menyelesaikan makalah ini moga beliau selalu dalam lindungan ALLAH SWT.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati,
penyusun mengakui masih banyak terdapat kejanggalan-kejanggalan dan kekurangan
dalam makalah ini. Hal ini disebabkan kurangnya ilmu pengetahuan dan pengalaman
yang penyusun miliki, oleh karena itu, kritik dan saran yang konsruktif sangat
penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa yang akan datang. Penyusun
juga berharap makalah ini mudah-mudahan berguna dan bermanfaat
bagi kita semua. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Pekalongan, 29 September 2014
Penulis
PENDAHULUAN
Agama Islam adalah agama yang sangat memperhatikan penegakan Amar
Ma’ruf Nahi
Munkar. Amar Ma’ruf Nahi Munkar merupakan pilar dasar dari pilar-pilar akhlak
yang mulia lagi agung. Kewajiban menegakkan kedua hal itu adalah merupakan hal
yang sangat penting dan tidak bisa ditawar bagi siapa saja yang mempunyai
kekuatan dan
kemampuan melakukannya. Sesungguhnya diantara
peran-peran terpenting dan sebaik-baiknya amalan yang mendekatkan diri
kepada ALLAH SWT., adalah
saling menasehati, mengarahkan kepada kebaikan, nasehat-menasehat dalam kebenaran dan kesabaran. At-Tahdzir
(memberikan peringatan) terhadap yang bertentangan dengan hal tersebut, dan
segala yang dapat menimbulkan kemurkaan ALLAH SWT., serta
yang menjauhkan dari rahmat-Nya. Perkara al-amru bil ma’ruf wan nahyu anil
munkar (menyuruh berbuat yang ma’ruf dan melarang yang kemungkaran) menempati
kedudukan yang agung. Dimana para ulama menganggapnya sebagai rukun keenam dari
rukun islam.
PEMBAHASAN
AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR
الذين
ان مكنهم في الارض اقا موالصلوة وءاتواالزكوة وأمروا باالمعروف ونهوا عن
المنكر ولله عقبةالامور
Artinya:
“Orang-orang yang
jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan
sholat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dari perbuatan yang
munkar, dan kepada AlLLAH SWT. lah kembali segala urusan (surat Al-Hajj: 41)”.[1]
SEBAB AN-NUZUL
Menurut Abu al-aliyah, orang yang
disebutkan dalam ayat ini adalah para
sahabat Muhammad SAW. Ibnu abi Hatim meriwayatkan dari usman bin affan, dia
berkata, ”mengenai
kamilah ayat,’ orang-orang yang kami teguhkan kedudukan mereka
dimuka bumi ini diturunkan. Kami diusir dari kampung halaman kami sendiri tanpa alasan yang benar, kecuali
karena kami mengatakan bahwa tuhan kami adalah LLAH SWT. kemudian
kami teguhkan dibumi, lalu kami mendirikan shalat, menunaikan
zakat, menyuruh
berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar. Kepunyan
ALLAH SWT lah kesudahan segala perkara. Jadi
ayat ini diturunkan berkenaan dengan aku dan para sahabatku.[2]
MAKNA MUFRADAT
مكّنّهم : Kami
meneguhkan mereka
اقام الصلوة :
Mendirikan sholat
وءا تواالزكوة : Menunaikan zakat
وامروابالمعروف : Menyuruh
berbuat yang ma’ruf
ونهواعن المنكر : Mencegah
dari perbuatan yang munkar
TAFSIR
“Yaitu :
orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka dimuka bumi...”
Kemudian kami wujudkan kemenangan atas mereka, dan kami kukuhkan
urusan mereka,
“...Niscaya
mereka mendirikan sholat,...”
Maka, mereka pun melakukan ibadah dan menguatkan hubungannya dengan
ALLAH SWT. serta mereka mengarahkan diri mereka kepada-Nya dengan ketaatan, ketundukan,
dan penyerahan total.
“,,,Menunaikan
zakat,,,”
Mereka menunaikan kewajiban harta yang dibebankan kepada mereka.
Mereka dapat menguasai sifat bakhil mereka. Mereka menyucikan diri dari sifat
tamak. Mereka berhasil menghalau godaan dan bisikan setan. Mereka menambal
kelemahan-kelemahan jamaah, dan mereka menjamin kehidupan para dhuafa dan
orang-orang yang membutuhkan. Sesungguhnya mereka benar-benar mewujudkan tubuh
jamaah yang hidup.
“...Menyuruh
berbuat yang ma’ruf...”
Mereka menyeru kepada kebaikan dan maslahat serta mendorong manusia
untuk melakukannya. Maka timbulah berbagai anjuran agar sama-sama berbuat yang ma’ruf. Artinya
yang ma’ruf ialah anjuran-anjuran atau perbuatan yang diterima baik dan
disambut dengan segala senang hati oleh
masyarakat ramai. Al-ma’ruf adalah sesuatu yang baik menurut pandangan umum suatu
masyarakat selama sejalan dengan al-khair (kebaikan).
“...Dan mencegah dari perbuatan yang mungkar..”
Mereka menentang serta melawan kemungkaran dan kerusakan. Dengan
sifat ini dan sifat sebelumnya, mereka mewujudkan umat islam yang tidak betah
terhadap kemungkaran sementara mereka mampu untuk mengubahnya. Mereka pun tidak
duduk berpangku tangan dari kebaikan ketika mereka mampu mewujudkan dan
merealisasikannya. Al-munkar, maka ia adalah sesuatu yang dinilai buruk oleh suatu masyarakat
serta bertentangan dengan nilai-nilai ilahi.
Mereka itulah orang-orang yang menolong ALLAH SWT.,
karena mereka menolong manhajnya yang dikehendaki ALLAH SWT.
bagi manusia dalam kehidupan ini. Mereka hanya berbangga dengan ALLAH SWT.
semata-mata dan tidak dengan selain-Nya. Mereka itulah orang-orang yang
dijanjikan oleh ALLAH SWT akan ditolong
dan dimenangkan dengan janji yang pasti terwujud.
Jadi, pertolongan
dan kemenangan itu berdiri diatas sebab-sebab dan tuntutan-tuntutannya, yang
disyaratkan dengan beban-bebannya. Kemudian segala urusan dibawah kendali ALLAH SWT. Dia
mengaturnya sesuai dengan kehendak-Nya. Dengan kehendak-Nya , Dia bisa mengubah
kekalahan menjadi kemenangan, dan kemenangan menjadi kekalahan ketika terjadi
penyimpangan-penyimpangan, atau ada beban-beban taklif yang tidak dihiraukan.
“....Dan kapada
ALLAH SWT. lah kembali
segala urusan...”
Sesungguhnya kemenangan itu adalah kemenangan yang menyebabkan
manhaj ilahi diwujudkan dalam kehidupan ini. Yaitu, dominannya kebenaran,
keadilan, dan kebebasan yang mengarah kepada kebaikan dan mashlahat. Itulah tujuan
yang membuat segala orientasi individu, golongan, ambisi, dan syahwat harus
mundur.
Sesungguhnya
kemenangan seperti itu harus melewati sebab-sebab, harga-harga, beban-beban,
dan syarat-syarat. Sehingga, kemenangan itu tidak mugkin
diberikan kepada seseorang dengan percuma atau karena basa basi. Dan kemenangan
itu pun tidak akan bertahan lama ditangan seseorang yang tidak merealisasikan
tujuan dan tuntutannya.[3]
Maka dengan
terbiasanya masyarakat dapat anjuran yang ma’ruf,perasaanya akan lebih halus
dalam menolak yang munkar, lantaran itu maka amar ma’ruf nahi munkar hendaklah
seimbang, atau dengan sendirinya timbul keseimbangan diantara keduanya. Karena
keduanya jadi hidup subur sebab dipupuk oleh iman kepada ALLAH SWT. ini
dijelaskan dalam ayat lain yaitu pada ayat 110 dari surat Ali-Imran.
“Kamu adalah yang sebaik-baik umat dikeluarkan untuk manusia. Karena
kamu menyuruh berbuat yang ma’ruf dan kamu mencegah dari yang munkar dan kamu
beriman kepada ALLAH SWT”.
Sebab itu maka
yang jadi dasar yang mengokohkan kedudukan umat itu ialah iman kepada ALLAH SWT.
Kalau iman tidak ada lagi, kendurlah amar ma’ruf nahi munkar, bahkan bisa
terbalik menjadi “nahi ‘anil ma’ruf amar bil munkar.”
“Dan kepada ALLAH SWT
jualah akibat dari segala urusan.” (ujung ayat 41). Artinya walau bagaimanapun
keadaan yang dihadapi, baik ketika lemah yang menghendaki kesabaran, atau menghadapi
perjuangan yang amat sengit dengan amat sengit dengan musuh karena
mempertahankan ajaran ALLAH SWT. atau seketika kemenangan telah tercapai,
sekali-kali jangan lupa, bahwa keputusan terakhir adalah pada ALLAH SWT jua.[4]
Karena itu
nilai-nilai ilahi tidak boleh dipaksakan, tetapi disampaikan secara persuasif
dalam bentuk ajakan yang baik. Sekadar mengajak
yang dicerminkan oleh kata yang mengajak oleh firmanya: “Ajaklah kejalan
Tuhan-mu dengan cara yang bijaksana, nasihat (yang menyentuh hati) serta
berdiskusilah dengan mereka dengan cara yang lebih baik”. (Q.S. An-Nahl:12)
Adapun al-ma’ruf
yang kesepakatan umum masyarakat, ini sewajarnya diperintahkan, demikian juga
al-munkar seharusnya dicegah. Baik yang memerintahkan maupun yang mencegahnya
adalah penguasa maupun bukan.
“Siapapun diantara kamu yang melihat kemungkaran maka hendaklah dia
merubahnya (menjadikan ma’ruf) dengan tangan atau kekuasaanya, kalau ia tidak
mampu (tidak memiliki kekuasaan) maka dengan lidah atau ucapanya, kalau (yang
inipun) dia tidak mampu maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman”. (H.R. Imam Muslim, At-Tirmidji
dan Ibnu Majah melalui Abu Said Al-Khudri)[5]
KANDUNGAN HUKUM
ALLAH SWT.
menerangkan orang-orang yang diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan
yang benar itu. Mereka ialah para sahabat Nabi Muhammad
SAW. yang kepada mereka ALLAH SWT
telah menjanjikan kemenangan. Jika kemenangan telah mereka peroleh, mereka
tidak seperti orang-orang musyrik dan orang-orang
yang gila kekuasaan tetapi mereka tetap melaksanakan:
1.
Shalat
pada setiap waktu yang telah ditentukan sesuai dengan yang diperintahkan ALLAH SWT.
Mereka benar-benar telah yakin, bahwa shalat itu tiang agama, merupakan tali
penghubung yang langsung antara ALLAH SWT
dengan hamba-Nya. Mensucikan jiwa dan raga, mencegah manusia dari perbuatan
keji dan perbuatan munkar serta merupakan perwujudan taqwa yang sebenarnya.
2.
Mereka
menunaikan zakat. Mereka menyakini bahwa didalam harta sikaya terdapat hak
orang-orang fakir dan miskin. Karena itu mereka dalam menunaikan zakat itu
bukanlah karena mereka mengasihi orang-orang fakir dan miskin, tetapi
semata-mata untuk menyerahkan hak orang fakir dan miskin yang terdapat dalam
harta mereka. Jika mereka diangkat sebagai penguasa, mereka berusaha agar hak
orang-orang fakir dan miskin itu benar-benar sampai ketangan mereka.
3.
Perintah
untuk menyuruh manusia berbuat makruf dan mencegah perbuatan munkar. Mereka
mendorong manusia mengerjakan amal saleh, memimpin manusia melalui jalan lurus
yang dibentangkan ALLAH SWT. Mereka sangat
benci kepada orang-orang yang biasa melanggar larangan-larangan ALLAH SWT.[6]
PENUTUP
KESIMPULAN
Orang-orang yang
menyempurnakan dirinya dengan menghadirkan Tuhan dan menghadapkan diri
kepadanya didalam sholat menurut kemampuanya, dan
mereka menjadi penolong umat-umat mereka dengan menolong orang-orang fakir dan yang
butuh pertolongan diantara mereka .
Disamping
itu mereka menyempurnakan orang lain dengan memberikan sebagian ilmu dan
adabnya serta mencegah berbagai kerusakan yang menghambat orang lain untuk
mencapai akhlak dan adab yang luhur.
DAFTAR PUSTAKA
Ar-rifa’i,Muhammad
Nasib.2004.” Taisiru al-Aliyyul qadir li ikhtishari Tafsiribnu katsir jilid
3”Jakarta,Gema Insani.
Depertemen Agama RI.2009. ”Al-Qur’an dan Tafsirnya”,Jakarta,
Cv Duta Grafika.
Hamka,Prof.Dr,”Tafsir Al-Azhar Juzu’ XVII”,Jakarta,Pustaka
Panji Mas Jakarta.
Shihab,M.Quraish.2006.”Tafsir al-misbah”,Jakarta,Lentera
Hati.
Syaikh Imam,Al-Qurthubi.2009.”Tafsir
Al-Qurtubi/Syaikh Imam Al-qurtubi”,Jakarta,Pustaka Azzam.
Quthb,Sayyid.2004.” Fi Zhilail Qur’a”,Jakarta,Gema Insani
[1]
Al-qurthubi,Syaikh imam,”Tafsir Al-Qurtubi/Syaikh Imam Al-qurtubi”(Jakarta:Pustaka
Azzam,2009)hal:180
[2] Muhamad Nasib Ar-rifa’i, Taisiru al-Aliyyul qadir li
ikhtishari Tafsiribnu katsir jilid,3 (jakarta: Gema Insani,2004) hlm.379
[3] Sayyid
Quthb”Fi Zhilail Qur’an”(Jakarta:Gema Insani,2004)hal: 127
[4]
Prof.Dr.Hamka,”Tafsir Al-Azhar Juzu’ XVII”(Jakarta:Pustaka Panji Mas
Jakarta) hal:178-179
[5]
Shihab,M.Quraish,”Tafsir Al-Misbah”(Jakarta:Lentera Hati,2006) hal:74-75
[6] Depertemen
Agama RI,”Al-Qur’an dan Tafsirnya”(Jakarta:CV Duta Grafika,2009) hal
418-419
Tidak ada komentar:
Posting Komentar