Jumat, 24 Oktober 2014

TUJUAN PENDIDIKAN (FUNGSI AL-QUR'AN)



TUJUAN PENDIDIKAN (FUNGSI AL-QUR’AN)

                  Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas 
                        Mata Kuliah            :    Tafsir Tarbawi
         Dosen Pengampu    :    Mohammad Hasan Bisyri, M.Ag.








Disusun Oleh:

                                                         A. BAHRUL ULUM    (2021213006)



JURUSAN TARBIYAH PAI ( KELAS L)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
STAIN PEKALONGAN
2014

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Seperti yang kita ketahui, bahwa Alqu’an adalah Firman Allah (kalamullah) yang diturunkan kepada  Nabi Muhammad SAW, melalui malaikat Jibril  secara berangsur-angsur yang merupakan mukjizat,dan berfungsi sebagi petunjuk bagi manusia dan penjelas atas petunjuk tersebut serta sebagai pembeda antara yang haq dan bathil agar bisa membebaskan manusia dari kesesatan menuju jalan yang lurus. Atas dasar tersebut , kami akan mencoba menjelaskan Tafsir surat Ali Imran ayat 137-139 yang menjelaskan salah satu fungsi Al-Qur’an dari beberapa fungsi lainnya. Yaitu yang mana Al-Qur’an sebagai petunjuk  untuk membimbing  menuju jalan yang benar agar kita  menjadi orang yang beriman dan bertaqwa.
B.     Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang tersebut perlu rumusan masalah sebagai  pijakan untuk terfokusnya kajian makalah. Adapun rumusan masalah sbb:
1.  Bagaimana bunyi Qur’an Surat Ali Imran ayat 137-139?
2.  Bagaimana terjemahan Qur’an Surat Ali Imran ayat 137-139?
3.  Apa sebab nuzul Qur’an Surat Ali Imran ayat 137-139?
4.  Apa makna muradah dalam surat Ali Imran ayat 137-139?
5.  Bagaimana tafsir Qur’an surat Ali Imran ayat 137-139?
6.  Kandungan hukum apa yang terdapat dalam Qur’an Surat Ali Imran ayat 137-139?




i
C.    Metode Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah yang dilakukan melalui studi liberatur atau metode kajin pustaka, yaitu dengan menggunakan beberapa referensi buku atau dari referensi lainnya yang merujuk pada permasalahan yang dibahas. Adapun langkah-langkah pemecahan masalahnya dimulai dengan menentukan masalah yang akan dibahas dengan melakukan rumusan masalah, melakukan langkah-langkah pengkajian masalah, penentuan tujuan dan sasaran, perumusan jawaban permasalahan dari berbagai sumber dan pengorganisasian jawaban permasalahan.

D.    Sistematika Penulisan Makalah
                     Makalah ini ditulis dalam 3 bagian meliputi:
Bab I, Bagian pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang masalah, rumusan masalah, metode pemecahan masalah, dan sistematika penulisan makalah;
Bab II, Pembahasan;
Bab III, Bagian penutup yang terdiri dari simpulan.













ii
BAB II
PEMBAHASAN
TUJUAN PENDIDIKAN (FUNGSI Al-QUR’AN)

A.    Surat Ali Imran Ayat 137-139
قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيْرُوْا فِى الْأَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَقِبَةُ الْمُكَذِّبِيْنَ (   )
هَذّا بَيَانٌ لِّلنَّاسِ وَهُدًا وَ مَوْعِظَةٌ لِّلْمُتَّقِيْنَ (  ) وَلَا تَهِنُوْا وَلَا تَحْزَنُرْا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ
إِنْكُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ (  )
B.     Terjemahan surat Ali Imran ayat 137-139

“Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah[230]; karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).
(Al Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”

C.    Sebab Nuzul
Pembicaraan pada ayat-ayat terdahulu menceritakan Perang Uhud dan berbagai pristiwa penting. Kemudian Allah mengingatkan kaum mukminin tentang Perang Badar dan apa-apa yang telah dipastikan untuk mereka, sekalipun jumlah personil pasukan dan peralatanya sangat minim.[1]
1
Bagian ini dimulai dengan menunjukkan kepada kaum mukminin dalam Perang Uhud yang mana dalam ayat-ayat yang telah lalu Tuhan menerangkan, kalau sekiranya mereka berpegang teguh pada sabar, takwa dan tawakal, malaikatpun akan datang membantu. Tetapi antara mereka ada yang mengharapkan semata-mata rampasan perang, lalu meninggalkan ketaatan kepada Rasulullah, sehingga Rosul sendiri nyaris mati dibunuh dan telah luka.[2]
Ibnu Abbas RA berkata, “ Pada perang Uhud, para sahabat Rasulullah SAW kocar kacir. Dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba Khalid bin Walid datang dengan sebuah pasukan berkuda dari kaum musyrik. Dia ingin menguasai gunung hingga posisinya berada di atas para sahabat Rasulullah SAW. Maka Allah SWT menurunkan ayat 139, surat Ali Imran. Ketika itu juga, sejumlah pemanah kaum muslimin segera berlari menaiki gunung dan menghujani pasukan berkuda kaum musyrik dengan anak panah. Hingga akhirnya mereka kalah.[3]
Orang-orang muslim sejati sudah seharusnya lebih utama mengetahui sunnatullah tersebut, dan lebih pantas berjalan sesuai dengan petunjuk sunah itu. Oleh karena itu sahabat Nabi saw. menyadari kekeliruan mereka sewaktu perang Uhud. Lalu segera mereka membela diri dari Nabi saw. sampai kaum musyrikin bubar tanpa memperoleh hasil.[4]



2
Setelah selesai peperangan Uhud yang telah menewaskan tujuh puluh Mujtahid fi Sabilillah, antaranya Hamzah bin Abdul Mutholib, paman Nabi s.a.w. sendiri dan Nabi s.a.w. pun mendapat luka , kelihatan kelesuan, lemah semangat  dan dukacita; maka datanglah ayat ini : angkat mukamu, jangan lemah dan jangan dukacita.
Sebab suatu hal masih ada padamu, modal tunggal yang tak pernah dapat dirampas oleh musuhmu, yaitu iman. Jikalau kamu masih mempunyai iman dalam dadamu, kamulah yang tinggi dan akan tetap tinggi. Sebab iman itu adalah pandumu menempuh zaman depan yang masih akan mau dihadapi.[5]
D.    Makna Mufrodat

1.       خَلَتْ                     :  telah  berlalu
2.         أَلسُّنَنُ                : bentuk tunggalnya sunatun ,yaitu cara yang      
  Dipakai dan perjalanan yang diikuti.
3.       عقِبَةُ                     : akhir perkara.
4.        هُذَا                       : ini “Al-Qur’an”
5.       بَيَانٌ                         : penjelasan tentang akibat jelek yang
    mereka lakukan berupa kebohongan.[6]
6.      هَدًى                      : penambah terang mata hati.
7.      أَلْمَوْعِظَةُ                 : suatu hal yang bisa melunakkan hati dan
   Kepada ketaatan yang ada padanya.


3
8.      أَلْوَهْنُ(وَلَاتَهِنُوْا)      : Janganlah kalian bersikap lemah (lemah dalam
   Beramal, Berfikir dan dalam menjalankan  perkara
9.       أَلْحَزْنُ (وَلَاتَحْزَنُوْا)              : janganlah (pula) kamu bersedih hati (perasaan
   yang menimpa Jiwa bila kehilangan sesuatu yang
  dicintainya)
10.          وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ       : Sedangkan kamu adalah orang-orang yang paling
   tinggi   drajatnya.
11.    إِنْكُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ        : Jikalau kamu orang-orang yang beriman.[7]

E.     Tafsir
“ Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunah-sunah Allah.”
Dalam ayat ini dan sesudahnya Allah mengingatkan mereka tentang sunnah-sunnah Allah pada makhlukNya. Barang siapa berjalan pada tatanan sunnah tersebut, ia akan sampai pada kebahagiaan. Dan barang siapa menyimpang darinya, maka ia akan tersesat, akibatnya adalh sengsara dan kehancuran. Perkara yang hak itu past harus menang akan kebatilan.[8] Oleh karena itu, ayat ini memerintahkan untuk mempelajari sunnah, yakni kebiasaan-kebiasaan atau ketetapan Ilahi dan masyarakat. Sunnatullah adalah kebiasaan-kebiasaan Allah dalam memperlakukan masyarakat. Perlu diingat bahwa apa yang dinamai hukum-hukum alam pun adalah kebiasaan-kebiasaan yang dialami manusia.[9]
Terkait dengan Sunnatullah, maka Allah memberikan petunjuk kepada mereka agar mengambil pelajaran dari apa yang pernah dialami oleh orang-orang sebelum mereka. Allah swt berfirman:
4
“Karena itu, berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”
Berjalanlah kalian dimuka bumi ini dan renungkanlah peristiwa-peristiwa yang telah menimpa umat sebelum kalian. Jadikanlah hal tersebut sebagai pelajaran, agar kalian mendapatkan ilmu yang benar, yang didasari oleh bukti. Berjalan dimuka bumi untuk menyelidiki keadaan orang-orang dahulu guna menyimak yang telah menimpa mereka, merupakan alat pembantu yang paling baik untuk mengetahui sunnah dan mengambil pelajaran darinya.[10]
“Ini adalah penerangan bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.”
Al-Qur’an adalah penerangan bagi manusia secara keseluruhan. Ini adalah kutipan peristiwa kemanusiaan yang telah jauh berlalu, yang manusia sekarang tidak akan dapat mengetahuinya kalau tidak ada peneranganyang menunjukannya. Akan tetapi hanya segolongan manusia tertentu saja yang mendapatkan petunjuk di dalamnya, mendapatkan pelajaran padanya, mendapatkan manfaatnya, dan menggapai petunjuknya. Mereka itu adalah golongan “Muttaqin” yaitu orang-orang yang bertaqwa.[11] Hal ini sesuai dengan Firman Allah surat Al-Baqarah ayat : 2
ذلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيْهِ هُدًى لِلْمُتَّقِيْنَ.
“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa”.


5
Allah menurunkan al-Qur’an sebagai penerangan yang memberi keterangan dan menghilangkan kesangsian serta keraguan  bagi seluruh manusia. Al-Qur’an juga berfungsi sebagai petunjuk untuk memberi bimbingan masa kini dan yang akan datang menuju kearah yang benar.
 Al-Qur’an sebagai peringatan yang halus dan berkesan menyangkut hal-hal yang tidak wajar bagi orang yang bertaqwa, yang antara lain mampu mengambil hikmah dan pelajaran sebagai sunnatullah yang berlaku dalam masyarakat.[12]
“Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan pula bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (drajatnya), jika kamu orang beriman.”
Uraianya diantar oleh dua ayat sebelum ini yang menerangkan tentang adanya sunnah atau hukum-hukum kemasyarakatan yang berlakau terhadap semua manusia dan masyarakat. Kalau dalam perang Uhud mereka tidak meraih kemenangan, bahkan menderita luka dan pembunuhan, dan dalam perang Badar mereka dengan gemilang meraih kemenangan dan berhasil menawan dan membunuh sekian banyak lawan mereka, maka itu adalah bagian dari Sunnatullah. Namun demikian, mereka tidak perlu berputus asa. Karena itu, janganlah kamu lemah, menghadapi musuhmu dan musuh Allah, kuatkan jasmaninya dan janganlah pula kamu bersedih, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi drajatnya di sisi Allah di dunia dan di Akhirat, di dunia karena apa yang kamu perjuangkan adalah kebenaran dan di akhirat karena kamu akan mendapat surga. Jadi mengapa kamu bersedih sedangkan yang gugur diantara kamu menuju surga dan yang luka mendapat pengampunan Ilahi,ini jika kamu orang-orang mukmin, yakni jika benar-benar keimanan telah mantap dalam hatimu.[13]
6
Oleh karena itu, kamu tidak perlu bersikap lemah dan bersedih hati atas apa yang menimpamu dan luput darimu karena kamu adalah orang-orang yang paling tinggi drajatnya.
Akidahmu lebih tinggi karena kamu hanya bersujud kepada Allah saja, sedangkan mereka bersujud kepada sesuatu dari makhluq ciptaanNya. Maka, jika kamu benar-benar beriman, niscaya kamu adalah orang-orang  yang paling tinggi drajatnya. Jika kamu benar-benar beriman , maka janganlah merassa lemah dan bersedih hati. Karena itu adalah sunnah Allah, yang bisa ditimpakan pada siapa saja yang Allah kehendaki. Akan tetapi, hanya kamulah yang akan mendapatkan akibat yang baik setelah kamu berijtihad dan berussaha keras setelah menemph ujian.[14]
F.     Kandungan Hukum
Sunatullah(ketentuan yang ditetapkan Allah) tetap berlaku dan tidak akan berubah. Sunnah tersebut antara lain adalah “yang melanggar perintahNya dan RosulNya akan binasa, dan yang mengikutinya berbahagia.” Sunnah-sunnah itu ditetapkan Allah demi kemaslahatan manusia, dan itu semua dapat terlihat dengan jelas dalam sejarah dan pninggalan umat-umat yang lalu.
Mempelajari sejarah umat-umat yang dahulu dan melihat bekasnya dengan melawat pengembara dengan sendirinya akan memperoleh penjelasan, petunjuk dan pengajaran. Ilmu kita akan bertambah-tambah tentang perjuangan hidup manusia di dalam alam ini. Dalam ayat ini kita berjumpa dengan anjuran mengetahui dua tiga ilmu yang amat penting. Pertama, Sejarah; kedua, ilmu bekas peninggalan kuno; ketiga, ilmu siasat perang; keempat ilmu siasat mengendalikan negara. Di dalam sejarah misalnya, banyak kita bertemu dengan hal-hal penting.[15]
7
 Meskipun tidak seluruh sejarah ditulis dalam al-qur’an hanya kebanyakan yang berkenaan dengan perjuangan Rasul-rasul, misalnya perjuangan Musa menentang ke dzaliman Fir’aun, atau Ibrohim  menghadapi kaumnya Raja Namrud, namun yang tidak tertulis dalam al-Qur’an dapat kita cari dalam bahan lain. Misalnya penyerbuan tentara Iskandar Macedonia dari Barat ke Timur. Mengapa Iskandar dengan tentaranyayang tidak cukup 100.000 orang dapat mengalahkan tentara Darius, Raja Persia yang jumlahnya hampir setengah juta? Sebab tentara Iskandar enteng, sigap dan lincah. Sedang tentara Darius ke medan perang telah berat oleh pakaian dan perhiasan. Darius hanya menggantungkan kekuatan kepada banyaknya bilangan. Padahal Iskandar mempunyai disiplin yang teguh dan tentara yang cekatan.
Terbukti dengan memperhatikan orang memperoleh penjelasan, petunjuk dan pengajaran bagi orang yang bertakwa. Di sini kita dapat mengetahui lagi betapa luasnya arti takwa. Pokok arti ialah memelihara hubungan dengan Allah dan takut kepadaNya. Tetapi dalam ayat ini kita bertemu lagi dengan arti lain, yaitu memelihara, menjaga, awas dan waspada. Maka dengan demikian taat kepada Allah tidaklah cukup dengan ibadah shalat, berzakat dan puasa saja. Tetapi termasuk lagi dalam rangka ketakwaan  ialah kewaspadaan menjaga agama dari intaian musuh. Taat kepada komando pemimpin. Sebab kalau kalah karena ada kewaspadaan, jangan Allah disalahkan, tetapi salahkanlah diri sendiri yang lengah.[16]
Hal ini patut menjadi pelajaran bagi orang yang bertakwa karena musibah yang menimpa kaum Muslimin dalam Perang Uhud adalah karena mereka tidak memenuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah untuk mencapai kemenangan.

8
Al-Qur’an telah memberikan petunjuk kepada kita tentang masalah-masalah strategis pertempuran menghadapi musuh sampai bagaimana kita mempersiapkan diri. Dalam hal ini kita dianjurkan mengetahui hakikat persiapan supaya kita melangkah dengan kewaspadaan dalam membela hak.[17]
                   Sesungguhnya Allah melarang merasa susah terhadap apa yang telah lewat, karena hal tersebut akan mengakibatkan orang kehilangan semangatnya. Dan Allah memerintah untuk membuat persiapan, menyediakan segala peralatan, termasuk dengan tekad dan semangat yang benar, disamping keteguhan hati  dan bertawakal kepada Allah, adalah supaya  bisa meraih kemenangan dan mendapatkan apa yang diinginkan, serta dapat mengembalikan kerugian atau kekalahan yang mereka dapat.
















9
BAB III
PENUTUP


A.    Simpulan

Sunatullah (ketentuan yang ditetapkan Allah) tetap berlaku dan tidak akan berubah. Allah menyuruh umat manusia mengadakan perjalanan dimuka bumi, untuk meneliti dan mengamati, sehingga mereka mengetahui bahwa Allah dalam sunahNya telah mengaitkan antara sebab dengan musababnya.
Hal ini patut patut menjadi pelajaran bagi orang yang bertaqwa karena musibah yang menimpa kaum Muslimin dalam perang Uhud adalah karena mereka tidak memenuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah untuk mencapai kemenangan.
Dalam hal ini orang mukmin dilarang bersikap lemah dan kecewa, karena mereka lebih tinggi drajatnya jika mereka benar-benar beriman.











iii
DAFTAR PUSTAKA

Abdulkarim Amrullah, Haji Abdulmalik. 1983. Tafsir Al-Azhar, Jakarta: PT Pustaka Panjimas.
Al-Maragi, Ahmad Mustafa. 2012. Tafsir Al-Maagi, (Edisi Elit ke-2). Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Al-Qurthubi, Syaikh Imam. 2008. Tafsir Al-Qurthubi, (edisi terjemahan oleh Dudi Rosyadi, Nashirul Haq, dan Fathurrahman), Jakarta: Pustaka Azzam.
Bin Muhammad Al-Mahahlli, Jalaluddin Muhammad bin Ahmad, Al-Imam dan As-Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman bin. Abu Bakar, Al-Imam. 2011. Tafsir Jalalain, Surabaya: Pustaka Elba.
Shihab,M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati.
Quthb, Sayyid. 1992. Fi Zhilalil Qur’an, Beirut: Darusy-Syuruq.












iv


       [1] Ahmad Mustofa Al-Maghriibi, Tafsir Al-Maraghi (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2012), hlm. 103.
       [2] Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah), Tafsir AL-Azhar (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1983), hlm.94.
       [3]  Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hlm. 539-540.
       [4] Ahmad Mustafa Al-Maragi, op. Cit., h. 104-105.
       [5] Hamka (Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah), op. Cit., h. 97
       [6]  Ahmad Mustafa Al-Maragi, op. Cit., h. 102.             
       [7]  AL-Imam Jalaluddin Muhammad Al-Mahalli dan Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi, Tafsir Jalalain (Surabaya: PT.eLBA, 2011), hlm. 280.
       [8] Ahmad Mustofa Al-Maghriibi, op. Cit., h. 103.
       [9] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 225.
       [10] Ahmad Mustofa Al-Maghriibi, op. Cit., h. 105.
       [11] Sayyid Qutb, Fi Zhilalil Qur’an jild II (Beirut: Darusy-Syuruq, 1992), hlm. 167.
       [12]  M. Quraish Shihab,op.cit,. h.224.
       [13] Ibid., h. 226-227
       [14]  Sayyid Qutb, op. Cit., h. 168.
       [15] Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah), op. Cit., h. 95.
       [16]  Ibid,. h. 97
       [17]  Ahmad Mustofa Al-Maghriibi, op. Cit., h. 107.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar