GERAKAN
PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN PADA MASA ISLAM DI SPANYOL
Makalah
Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Dwi Istiyani, M.Ag

Disusun Oleh:
1.
A. Bahrul
Ulum (2021213006)
2.
Siti Ruminah (2021213009)
3.
Miftahurrahmah (2021213014)
KELAS L
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2014
PENDAHULUAN
Ketika Islam memasuki masa kemunduran di
daerah semenanjung Arab, bangsa-bangsa Eropa justru mulai bangkit dari tidurnya yang panjang,
yang banyak dikenal Renaissance. Kebangkitan tersebut bukan saja dalam
bidang politik, dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam
dan bagian dunia lainnya, tetapi terutama dalam dalam bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi . Harus diakui, bahwa justru dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi itulah yang mendukung keberhasilan negara-negara baru Eropa. Kemajuan-kemajuan
Eropa tidak dapat dipisahkan dari peran Islam saat menguasai Spanyol.
Dari Spanyol Islam itulah Eropa banyak menimba
ilmu pengetahuan. Ketika Islam mencapai keemasannya, kota Cordova dan Granada
di Spanyol merupakan pusat-pusat peradaban Islam yang sangat penting saat itu
dan dianggap menyaingi Baghdad di Timur. Ketika itu, orang-orang Eropa Kristen,
Katolik maupun Yahudi dari berbagai wilayah dan negara banyak belajar di
perguruan-perguruan tinggi Islam disana. Islam menjadi “guru” bagi orang
Eropa. Disini pula mereka dapat hidup dengan aman penuh dengan kedamaian dan
toleransi yang tinggi kebebasan untuk berimajinasi dan adanya ruang yang luas
untuk mengekspresikan jiwa-jiwa seni dan sastra.
BAB II
PEMBAHASAN
GERAKAN
PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN PADA MASA ISLAM DI SPANYOL
A. Islam Masuk ke Spanyol
Kondisi Spanyol
prakedatangan Islam sungguh sangat memprihatinkan, terutama ketika masa
pemerintahan Raja Ghotik yang melaksanakan pemerintahannya dengan besi. Kondisi
ini menyebabkan rakyat Spanyol menderita dan tertekan. Mereka sangat merindukan
datangnya Ratu Adil sebagai sebuah kekuatan yang mampu mengeluarkan mereka saat
itu.
Penaklukan
Islam di Spanyol tidak terlepas dari kepiawaian tiga heroik Islam, yaitu Tharif
ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nusair. Perluasan kekuatan Bani
Umayyah ke Spanyol, diawali dari rintisan Tharif ibn Malik yang berhasil
menguasai ujung paling selatan Eropa. Upaya ini kemudian dilanjutkan oleh
Thariz ibn Ziyad yang berhasil menguasai
Archidona, Elfira, dan Cordova. Bahkan
Raja Roderik berhasil ia kalahkan pada tahun 711 M. Keberhasilan Thariq inilah
dalam sejarah Islam dicatat sebagai acuan resmi penaklukan Spanyol. Kemudian
ekspansi ini dilanjutkan pada waktu yang sama oleh Musa ibn Nusair yang
akhirnya mampu menguasai Spanyol bagian Barat yang belum dilalui oleh Thoriq.
Tanpa memperoleh perlawanan yang berarti.[1]
Ada beberapa
periode masuknya Islam di Spanyol:
1. Periode Pertama
Pada periode ini , Spanyol berada dibawah
pemerintahan para wali yang diangkat Kholifah Bani Umayyah yang berpusat di
Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum terkendali
gangguan keamananmasih banyak terjadi di beberapa wilayah, karena pada masa ini
adalah masa peletakan dasar, asas dan tujuan invansi Islam di Spanyol.
2. Periode Kedua
Pada masa ini Spanyol berada di bawah pemerintahan
seorang yang bergelar Amir (panglima atau gubernur), tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam,
yang ketika itu dipegang oleh Kholifah Abbasiyah di Baghdad Amir pertama adalah
Abdurrahman I yang memasuki Spanyol pada tahun 755 M dan diberi gelar Al-Dakhil
(yang masuk ke Spanyol)
3. Periode Ketiga
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abd
Al-Rahman III yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya Muluk al-Thawaif
(raja-raja kelompok). Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan
gelar “kholifah”. Pada periode ini juga umat Islam di spanyol mencapai puncak
kemajuan dan kejayaan menyaingi Daulat Abbasiyah di Baghdad. Abd Al-Rahman
mendirikan Universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu
buku.
4. Periode Keempat
Periode ini Spanyol terpecah menjadi lebih tari tiga
puluh negara kecil dibawah perintah raja-raja atau al-mulukuth-Thawaif. Yang
berpusat di suatu kota, seperti Seville, Cordova, Toledo dan sebagainya.
5. Periode Kelima
Periode ini terdapat satu kekuatan yang masih dominan,
yaitu kekuasaan Dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan Dinasti Muwahhidun
(1146-1235 M).
6. Periode Keenam
Periode ini , Islam hanya berkuasa di daerah Granada,
dibawah Dinasti Bani Ahmar (1232-1492 M). Peradaban kembali mengalami kemajuan
seperti di zaman Abd Al-Rahman Al-Nasir. Namun secara politik, Zdinasti ini
hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Pada periode ini adalah akhir dari
eksistensi umat Islam di Spanyol.[2]
B. Perkembangan
Pendidikan Islam di Spanyol
1.
Mendirikan Lembaga Pendidikan
Menurut keterangan Amir Ali, sebagaimana yang disitir oleh Mahmud Syah,
bahwa ketika umat Islam berkuasa di Spanyol telah mendirikan madrasah-madrasah
yang tidak sedikit julmahnya guna menopang pengembangan pendidikannya.
Madrasah-madrasah itu tersebar di seluruh daerah kekuasaan Islam, antara lain:
di Cordova, Seville, Toledo, Granada dan lain sebagainya.[3]
Meskipun terdapat persaingan antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di
Spanyol, namun hubungan budaya antara Timur dan Barat tidak selalu berupa
peperangan. Banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah Islam
ke ujung Timur, dan sebaliknya, dengan membawa buku-buku dan gagasan cerdas.
Sejumlah sarjana-sarjana muslim juga telah dikirim ke dataran India dan Cina
untuk meningkatkan hubungan dan kerjasama dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Pada kesempatan yang sama, banyak kalangan terpelajar dan penguasa dari Jerman,
Perancis, Italia, India yang belajar ke Spanyol.
Pada saat madrasah berkembang pesat di berbagai belahan dunia Islam,
terutama di wilayah Timur, istilah madrasah masih tidak dikenal di Andalus.
Sistem pengajaran diselenggarakan di masjid-masjid. Charles Stanton, seperti
dikutip oleh Hanun, mengungkapkan alasan kenapa madrasah tidak dikenal di
Andalus, hal ini disebabkan karena mayoritas muslim di Andalus menganut mazhab
Maliki yang konservativ dan tradisional.
Penguasa-penguasa yang mengatur wakaf tidak memberikan kesempatan kepada
para dermawan untuk memengaruhi pemilihan dan pergantian guru, syekh atau
pengganti-penggantinya. Atau mengajukan dirinya untuk menjadi pengawas wakaf.
Pertumbuhan lembaga-lembaga pendidikan Islam tergantung kepada keluarga
penguasa, terutama kholifah yang menjadi pendorong utama bagi kegiatan keilmuan
di Granada, Sevile, dan Cordova. Fikih merupakan inti kurikulum, namun mereka
lebih menekankan kepada mazhab Maliki daripada mazhab-mazhab lainnya. Hal ini
juga berlaku pada saat menentukan tenaga pengajar dan kurikulum yang akan
diterapkannya, peran kholifah dan penasihat-penasihat dekatnya amat dominan.
Karena kholifah dan keluarganya amat menentukan dalam penyediaan dana dan
arah-arah kegiatan lembaga-lembaga pendidikan di Andalusia, maka maju dan
mundurnya lembaga-lembaga tersebut amat tergantung kepada interest patronase
penguasa terhadap kegiatan keilmuan Islam.
Kekuatan intelektual muslim Spanyol sebenarnya baru dimulai pada abad
kesepuluh, tetapi kontribusinya yang sangat signifikan baru dilakukan selama
periode paruh terakhir abad kesebelas hingga pertengahan abad ketiga belas.
Pada saat ini spanyol telah memantapkan bangunan fondasinya dalam dunia ilmu
pengetahuan. Yang telah dirintisnya beberapa waktu sebelumnya, termasuk
diantaranya adalah dengan mulai masuknya Islam sejak abad ke VII. Berbagai
khazanah Islam mulai diperkenalkan kepada dunia Eropa, sejalan dengan
meningkatnya arus mahasiswa dan cendekiawan dari Eropa Barat yang belajar di
sekolah-sekolah tinggi dan universitas Spanyol dan melalui
terjemahan-terjemahan karya-karya muslimyang berasal dari sumber-sumber
(bahasa) Arab. Hal inilah yang telah merangsang tumbuh dan berkembangnya teori
dan praktik dunia kedokteran, modifikasi doktrin-doktrin teologi, memprakarsai
dunai baru dalam bidang matematika, menghasilkan kontroversi baru dalam bidang
teologi dan filsafat.
Pada dunia pendidikan Islam, yang di kawasan Islam Timur mulai dikenal
dengan madrasah, namun istilah madrasah ini belum banyak dikenal di kawasan
Andalusia.[4]
Berdasarkan literatur-literatur yang membahas sejarah pendidikan dan
sejarah peradaban Islam secara garis besar pendidikan Islam di Spanyol terbagi
pada dua bagian, yaitu:
1.Kuttab
Pada lembaga pendidikan kuttab ini, para siswa
mempelajari beberaapa bidang studi dan pelajaran-pelajaran yang meliputi fiqih,
bahasa dan sastra, serta musik dan kesenian.
a. Fiqih
Karena Spanyol menganut Mazhab Maliki, maka para ulama memperkenalkan
materi fiqih dari mazhab imam Maliki.
b. Bahasa dan Sastra
Karena bahasa Arab telah menjadi bahasa resmi di Spanyol,
bahasa Arab ini diajarkan kepada murid-murid dan para pelajar, baik yang Islam
maupun non-Islam.
c. Musik dan Kesenian
Syair merupakan ekspresi utama dari peradaban Spanyol.
Pada dasarnya, syair Spanyol didasarkan
pada model-model syair Arab yang membangkitkan sentimen prajurit dan
interes faksional para penakluk Arab.
2.Pendidikan Tinggi
Masyarakat
Arab yang berada di Spanyol merupaka pelopor peradaban dan kebudayaan juga
pendidikan.Al Hakam telaah membangun Universitas Cordova berdampingan dengan
masjid Abdurrrahman III yang selanjutnya tumbuh menjadi lembaga pendidikan yang
terkenal diantara jajaran lembaga pendidikan tinggi lainnya di dunia. Selain
itu juga di Spanyol terdapat universitas Sevilla, Malaga dan Granada.
a. Filsafat
Atas inisiatif Al Hakam, karya-karya ilmiah
dan filosofis diimpor dari timur dalam juilmah besar sehingga Cordova dengan
perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad.
b. Bidang Sains
Ilmu-ilmu kedokteran , musik, matemmatika,
astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik.[5]
2. Pengembangan Perpustakaan
Bagaimanapun juga, kelancaran proses pendidikan sangat tergantung dari prasarana-prasarana
yang mendukung. Diantaranya adalah fasilitas perpustakaan. Untuk itulah Khalifah-khalifah Umayah di Spanyol telah
berupaya menyisihkan dana dari kas negara untuk membangun berbagai sarana
pendukung tersebut secara intensif. Ini dapat dilihat dari upaya khalifah Abdurrahman III (912-961 M) membangun perpustakaan dikota Granada hingga mencapai 600.000 jilid buku. Upaya
yang sama juga dilakukan oleh khalifah Al-Hakam II (961-976 M) tak mau kalah dengan upaya yang
dirintis bapaknya. Ia juga membangun perpustakaan yang terbesar ( Greatest
Library) di seluruh Eropa pada masa itu dan pada masa-masa sesudahnya.
Ambisi dan ketertarikan
para khalifah ini telah diakui oleh ahli-ahli sejarah Barat dengan mengatakan
bahwa,Al-Hakam II begitu juga dengan pendahulunya,kurang berambisi dan tidak
menginginkan peperangan. Mereka lebih tertarik dan gemar ketenangan. Waktunya
kebanyakan diperuntukkan dalam mendalami kesusasteraan. Para wakil-wakilnya
ditugaskan untuk menulis dan mencari buku-buku di dunia Timur ( Baghdad),atau
melakukan sejumlah penerjemahan karya-karya klasik. Bahkan ia sendiri sering
menulis surat pada setiap penulis untuk menjual karangannya tersebut kepada
khalifah di Spanyol. Ia tak segan-segan mengeluarkan dana yang cukup besar bagi
usahanya itu,yang penting ia bisa memiliki karya-karya yang ada. Dengan
koleksi-koleksi tersebut kemudian ia serahkan diperpustakaan,baik perpustakaan
pribadi maupun perpustakaan umum,untuk dapat dibaca oleh setiap orang. Dengan
prasarana inilah menjadikan Cordova secara khusus dan Spanyol secara umum
berkembang dengan pesatnya.
Ambisi untuk mendirikan perpustakaan,bukan hanya
dilakukan oleh para khalifah saja. Akan tetapi,ambisi tersebut juga telah
dimiliki oleh setiap masyarakat Spanyol Islam. Mereka mengoleksi berbagai buku
bukan untuk kepentingan dirinya saja,akan tetapi ia wakafkan untuk dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat umum,seperti yang dilakukan oleh Abdul
Mutrif,seorang hakim di Cordova. Ia telah mengoleksi berbagai buku-buku langka.
Ia juga mempekerjakan enam orang karyawan untuk menyalin buku-buku tersebut
sehingga dapat disebarluaskan pada masyarakat umum. Ia keluarkan biaya secara
pribadi yang tak sedikit untuk melaksanakan ambisinya tersebut.
Besarnya perhatian umat
Islam di Spanyol dalam penyediaan sarana perpustakaan perlu rasanya diacungkan
jempol dan ditiru oleh umat Islam didaerah lainnya. Ini dapat dilihat dengan
berdirinya perpustakaan Khazanatul Humits-Tsani di Andalusia. Perpustakaan ini memiliki buku
sebanyak 400.000 jilid. Disamping perpustakaan-perpustakaan lain yang didirikan
oleh perorangan untuk dimanfaatkan secara umum,bahkan mereka berlomba-lomba
untuk mendirikannya. Para wanita pun tak ketinggalan,mereka berlomba-lomba
untuk mengumpulkan buku-buku,demikian pula para budak. Dengan fenomena ini
tidaklah heran jika dalam waktu relatif singkat pertumbuhan perpustakaan
Spanyol Islam laksana jamur. Kondisi ini pula yang ikut mendukung bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di Spanyol,sehingga dengan sekejap telah menyulap
daerah Spayol dari negara kaya,makmur,dan maju,disamping kemerdekaan ilmiah
yang dikembangkan. Kondisi ini terlihat dari peraturan yang berlaku saat itu.
Ilmu pengetahuan bukan hanya milik orang merdeka,tetapi juga merupakan milik
para budak. Hubungan yang harmonis ini menjadi daya penggerak tersendiri bagi
kemajuan pendidikan yang diperkenalkan Spanyol Islam.
Namun
demikian,eksistensi peradaban Spanyol Islam yang begitu besar,tak mampu
bertahan lebih lama dibumi Spanyol. Kondisi ini disebabkan,karena penguasaan
Islam yang memerintah Spanyol Islam bersikap lunak kepada umat non-Islam dalam
menentukan agama mereka. Ekspansi yang dilakukan hanya mengakibatkan umat
non-Islam tetap eksis dalam melaksanakan dan memeluk agamanya. Kondisi ini
tampaknya mendapatkan momentum ketika datangnya Raja Ferdinand dari Aragon,dan
Ratu Isabella dari Castille untuk menguasai Spanyol Islam pada tahun 1492 M.
Berhasilnya penyerangan Raja Ferdinand dan Ratu Isabella,sangat merugikan
kelangsungan Islam di Spanyol. Mereka memberikan pilihan kepada umat islam
waktu itu,yaitu :
1. Memeluk agama kristen
2. Keluar dari Bumi
Spanyol
3. Jika kedua alternatif tersebut tetap tidak dilakukan
umat islam,maka mereka akan dibunuh.
Kondisi inilah yang menyebabkan banyaknya umat Islam
yang memiliki iman yang teguh harus menerima ajalnya. Sedangkan umat Islam yang
memiliki iman yang lemah,kebanyakan mereka malah memeluk agama asalnya,Kristen.
Kondisi inilah yang menyebabkan,ketika Ferdinand dan Isabella,menyebabkan
punahnya Islam di bumi Spanyol,tanpa tersisa sedikitpun. Dengan
demikian,hilanglah nama besar kejayaan Islam dengan peradabannya yang tinggi
dan megah selama kurang lebih delapan abad ( 711 M-1492 M). Bahkan dapat
dikatakan,pada tahun 1609 M,umat Islam tidak terdapat lagi di Spanyol.
Dilihat dari
kemampuan Islam di Spanyol dalam mengembangkan kebudayaan dan
peradabannya,dapat dikatakan merupakan perpaduan warna pemerintahan Umayyah di
Damaskus dalam hal Futuhat-nya. sistem pemerintahan Abbasiyah di
Baghdad. Sedangkan dari bentuk besarnya sikap toleran terhadap pemeluk agama
lain yang akhirnya menyebabkan Spanyol Islam hancur,merupakan warna baru yang
dikembangkan pemerintahan Umayyah di Spanyol,dalam upaya untuk bersikap
demokratis.
Namun demikian,agaknya sangat ironis sekali jika pada
awalnya mampu selama lebih kurang delapan abad menjadi kiblat ilmu
pengetahuan,namun akhirnya dengan sekejap saja punah sama sekali. Kondisi ini
disebabkan beberapa hal :
1. Lemahnya figure dan kharismatik yang dimiliki
khalifah pasca Abd.al-Rahman III
2. Munculnya Muluk al-Thawaif
yang masing-masing saling berebut kekuasaan.
3. Hetergenitas masyarakat Spanyol
4. Dendam lama umat
Kristen
5. Jauhnya Spanyol dari
kontrol dan bantuan pusat pemerintahan Islam waktu itu ( Baghdad dan damaskus)
dan lain sebagainya.[6]
Eksistensi Masjid
Menurut Maulana Shibli Nomani, pendidikan di
Spanyol baik tingkat dasar maupun menengah, pada umumnya diberikan di
masjid-masjid. Masjid menjadi basis sentral dalam pengembangan ilmu
pengetahuan, baik pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum. Di sanalah
para pelajar bertemu dengan para gurunya (ulama) dan kemudian melakuan dialog,
diskusi, dan perdebatan-perdebatan akademis.[7]
Prestasi umat Islam dalam memajukan ilmu
pengetahuan tidak diperoleh secara kebetulan, melainkan dengan kerja keras
melalui berbagai sistem pengembangan, baik melalui adaptasi maupun adopsi.
Mula-mula dilakukan usaha penerjemahan kitab-kitab klassik Yunani, Romawi,
India, Persia, Mesir, dan sebagainya yang kemudian dilakukan analisis dan
komentar kritis terhadap teori-teori dan konsep-konsep yang dikembangkan
sebelumnya. Hal inilah yang kemudian melahirkan sejumlah komentator-komentator
kritis dari kalangan muslim pada nantinya akan melahirkan suatu pendekatan dan
pemahaman baru terhadap teori-teori sebelumnya. Apa yang melakukan tersebut sejalan
dengan istilah sekarang yaitu Islamisasi ilmu pengetahuan yang berasal dari
khazanah non Islam.[8]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengembangan ilmu pengetahuan di Spanyol Islam dimulai dengan mendirikannya mendirikan lembaga pendidikan, seperti madrasah-madrasah dan Universitas Cordova sebagai pusat ilmu pengetahuan. Selain itu, demi kelancaran proses pendidikan, maka dibangunlah fasilitas perpustakaan. Perpustakaan itu dibangun atas upaya Abdurrahman III juga dilakukan oleh Al-Hakam II dengan membangun perpustakaan terbesar di seluruh Eropa pada masa itu.
Pengembangan ilmu pengetahuan di Spanyol Islam dimulai dengan mendirikannya mendirikan lembaga pendidikan, seperti madrasah-madrasah dan Universitas Cordova sebagai pusat ilmu pengetahuan. Selain itu, demi kelancaran proses pendidikan, maka dibangunlah fasilitas perpustakaan. Perpustakaan itu dibangun atas upaya Abdurrahman III juga dilakukan oleh Al-Hakam II dengan membangun perpustakaan terbesar di seluruh Eropa pada masa itu.
Eksistensi perkembangan ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh peradaban Spanyol Islam di segala bidang, telah menjadikannya sebagai sebuah Negara adikuasa di zamannya. Kehadirannya telah banyak mewarnai pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Nizar, Samsul. 2007. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak
Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia. Jakrta: Kencana
Suwito. 2005. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada
Media
Nata, Abuddin. 2010. Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klassik
dan Pertengahan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
[1] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam:
Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia.
(Jakarta: Kencana, 2009),hlm. 77
[3] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam:
Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia.
(Jakarta: Kencana, 2009),hlm. 79-80
[6]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam:
Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia.
(Jakarta: Kencana, 2009),hlm. 85-88
Tidak ada komentar:
Posting Komentar